Senin, 19 Oktober 2009

Judul Yang Menarik : " 64 TAHUN NKRI, FREEPORT MERDEKA"

Membaca tulisan ini, memberikan kita pendapat bahwa "perusahaan/modal" adalah sesuatu yang jahat, karena menghalalkan segala cara untuk mendapatkan profit. Para pengusaha ini, kemudian berkongsi dengan para penguasa, menjadi oligarkii, yang menguasai sebuah negara. Kemudian dengan bantuan negara ( yang telah mereka kuasai ), mereka mengembangkan bisnisnya - lihat G.J. Adijtondro dan John Perkins.

Tetapi saya suka mengikuti apa yang telah Muhammad Yunus, pemenang nobel Perdamian 2006 ; bahwa kita bisa mengembangkan hal yang baru. Mengutip apa yang dikemukakan oleh Muhammad Yunus :
" reformulate the concept of a businessman”–not to replace the present model, but to offer another alternative that people can choose to follow. Such new-style businesspeople, he said, would have as their goal not maximum profit but “achieving some predefined social objective.”

Yah, seperti mengembangkan "bisnis sosial" yang dilakukan Danone dan Grammer Bank di Bangladesh.

Ini adalah sebuah hal yang sangat susah untuk diterapkan. Ini adalah sebuah pola pikir baru bagi kehidupan manusia ( atau jangan - jangan ini adalah pemikiran tua yang direvitalisasikan kembali oleh Muhammad Yunus). Bukan hanya bagi Bangladesh, bahkan bagi dunia.

Dari sebuah sensus yang dikembangkan, seperti yang di di tulis oleh harian Kontan edisi minggu ke II Oktober 2009, di Indonesia baru 21% perusahaan yang memiliki anggaran untuk dana2 sosial - CSR. Bukan hanya di kalangan para pengusaha, bahkan penguasa pun demikian.

Pada pola pikir elit politik di Indonesia tentang 'bisnis sosial ' juga tidak jelas. Meski sudah ada UU PT di mana pasal 74 meminta pemerintah mengeluarkan Peraturan Permerintah tentang presentasi CRS, namun hingga saat ini , yakni 2 tahun, hal itu belum terlaksana.

Bagi PT FI hanya mengarkan 1% - itu pun muncul setelah banyak masyarakat Papua yang jadi korban. Selain itu, di dalam pengelolaan dana ini pun, penuh pertengkaran. Pada beberapa tahun yang lalu, pernah seorang mantan Kepala BEJ, sewaktu masih menjabat, meminta agar PT FI menjadi Tbk, agar sahamnya bisa dimiliki oleh seluruh orang di Indonesia, hal ini di tolak secara langsung oleh Dewan Direksi dari New Orlands ( pembicaraan via emal dengan mantan kepala BEJ ). Sampai saat ini, pa Suebu dari tahun ke tahun, tidak lelah meminta agar PT FI memberikan jatah saham bagi Pemda Prov Papua -- seperi di Cepu, di mana ada jatah saham bagi Pemda Tk I Bojonegoro dan Pemda Jatim serta Jateng.

Jangankan orang di luar perusahaan, orang di dalam perusahaan pun sangat susah ketika meminta perbaikan tingkat kesejahteraan mereka - meski harga emas sudah tertinggi sepanjang sejarah (Kontan). Gaji Jim " Bob" Moffet, sebagai Chairman of Board and CEO Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc adalah Rp12 milyar sebulan atau Rp. 400 juta sehari. Sungguh, sangat jauh dengan karyawan rendahan di bawah tambang2 bawah tanah, yang kena debu setiap saat. Pemogokan yang sukses dilakukan kemarin di PT F oleh Togoi Papua mungkin sudah susah lagi untuk dilakukan. Sebab motor pengeraknya banyak yang sudah dipindahtugaskan - misalnya Frans Pigome ke New Orlands.

Langkah menggugat perusahaan yang memiliki cadangan terukur per 1 Januari 2001 sebesar 3,2 milyar ton ore ini di pengadilan adalah sebuah langkah yang baik. Karena itu menunjukan sebuah harga diri kita. Bahwa kita sudah bosan di atur dan di bodohi.

Tapi itu, tadi, musuh orang Papua yang mengugat PT Fi sebenarnya, bukan hanya PT FI itu sendiri. Tetapi juga pola pikir ' bisnis sosial' yang belum berkembang di benak banyak masyarakat di Indonesia. Itu-lah salah satu hambatan mengapa PT FI tetap berjaya di tanah Papua - selain sudah tentu, alasan 'sejarah' bergabungnya Papua ke Indonesia seperti yang sudah kita ketahui bersama.

Oleh : Duwith Alberd

.

0 komentar:

Blog List

Powered By Blogger

Other Links

Photobucket

Lencana Facebook

Blogger Links


Blogger Layouts by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Landscapes Design