Rabu, 12 Mei 2010

SERUAN AKSI NASIONAL PAPUA

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

(BEM – PAPUA)

Jl. Pringgondani - Otista Raya. No. 24, Rt/09/10 Jakarta Timur.

Telepon/Hp: 081227470088

Seruan Aksi Nasional Papua

Protes Intervensi Jakarta Soal SK MRP No. 14/2009.

Jakarta Mengkihanati Papua

Baru – baru ini telah di kabarkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi yang telah mengirimkan surat kepada Majelis Rakyat Papua [MRP] agar membatalkan Keputusan SK-MRP Nomor: 14 Tahun 2009 yang menyebutkan kepala daerah di Papua harus orang asli Papua. Alasan pengiriman surat pembatalan di klaim Gamawan Fauzi mengadung azas diskriminasi terhadap warga Non-Papua. Selain mengandung azas diskriminasi, Fauzi menyebut pejabat Papua pribumi di curigai sebagai gembong separatis yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bahkan dalam debat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR-RI, MRP dianggap sebagai lembaga kultur perkumpulan gembong-gembong separatis yang terstruktur guna mengakomodir kepentingan elit pejabat dan masyarakat Papua yang nota benenya adalah warga Negara separatis yang mengancam kedaulatan NKRI.

Alasan stegmen politik di atas diperkuat dengan UU No. 21 Tahun 2001 yang menyebutkan, MRP hanya bisa memberikan pertimbangan terhadap pemilihan Bupati dan Walikota sebab sesungguhnya MRP tidak memiliki kewenangan penuh dalam memutuskan Hak-Hak dasar politik rakyat Papua karena kewenangan (UU) No. 21/2001(Otsus Papua) adalah kewenangan Jakarta yang sepenuhnya harus di jalankan sesuai UUD 45 dengan persetujuan Jakarta. Hal serupa di perkuat dengan stegmen politik anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Gusti Putu Artha yang mengatakan, pendapat hukum yang nantinya dikeluarkan oleh MA sangat penting karena akan menjadi sinkronisasi yu­ridis antara dua produk hukum yang berbeda tafsir, yaitu SK MRP Nomor 14 Tahun 2009 yang di anggap Ilegal dan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua yang merupakan kewenangan Jakarta.

Otonomi Versi Soekarno

Jika kita cermati kembali, sejak rezim orde lama (Soekarno 1965) berkuasa, rakyat Papua di beri kewenangan mengatur pemerintahaannya sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969, tentang pembentukan Provinsi otonomi Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten otonom di Provinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907). Otonomi bagi Papua lahir atas idealisme Soekarno yang menjanjikan pemerintahan sendiri bagi rakyat Papua, dengan catatan wilayah Papua masuk sebagai wilayah integral Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). UU No. 12/1969 Otonomi Irian Barat lahir guna perlindungan dan pemenuhan bagi jaminan Hak-Hak politik masyarakat asli Papua. Realisasi UU Otonomi tersebut berubah wujud sebagai liang pemusnahaan etnis (genoside). Legalitas lembaga militer Indonesia di beri kewenangan sepenuhnya menjalankan amanat UU Otonomi versus Soekarno melalui operandi khusus “ABRI Masuk Desa” hingga orde lama (Soekarno) tumbang, orde baru (Soeharto) kembali mewarisi tahkta kerajaan Soekarno dan menetapkan Papua sebagai wilayah Daerah Operasi Militer (DOM) Otonomi berubah menjadi lautan darah.

Sikap rezim otoriter militeristik (Soekarno-Soeharto) sama-sama menunjukan kegigihannya dalam mempertahankan Papua sebagai bagian integral NKRI Harga Mati, ketakutan dan kecurigaan menjadi Undang-Undang pertimbangan dalam pengambilan keputusan, bayangkan deklarasi UU Otonomi hanyalah isapan jempol tuan-tuan pendiri negara Funding Fathers NKRI, sedangkan bumi, air, hutan dan tanah di jarah atas nama pembangunan dan Hak Asasi Manusia. Deklarasi pengakuan UU No. 12/1969 Otonomi bagi Irian Barat merupakan bentuk penjajahan terstruktur yang menggilimingkan tetesan air mata darah. Antagonis NKRI yang melahirkan anak-anak durhaka di negeri bedebah cukup kejam dalam menempatkan rakyat Papua sebagai manusia-manusia separatis.

Kontroversi UU Otsus Versi Jakarta.

Dikeluarkannya produk UU No. 21/2001(Otsus Papua) bagi rakyat Papua, yang bersamaan dengan pembentukan lembaga MRP sebagai lembaga kultur rakyat Papua disterilkan legalitasnya sebagai lembaga refresentativ, tugas dan wewenang MRP adalah menjalankan amanat UU Otsus dan memperjuangkan Hak-hak politik rakyat Papua dalam bingkai Otsus. Sejarah lahirnya UU Otsus bagian dari rekonsiliasi program pembangunan Jakarta yang telah terkuburkan selama 40 Tahun di Papua. Jakarta menjalankan paket UU Otsus merupakan agenda titipan kapitalis yang di reduksi melalui praktek sistem UU ekonomi neoliberal. Ketakutan Jakarta bagian dari ketakutan neolib yang tetap mempertahankan Papua sebagai bagian integral NKRI.

Paradigma lama kembali mengungkapkan keinginan Jakarta dalam memposisikan Papua sebagai anak tiri, sikap keangkuhan Jakarta sejak rezim berganti rezim masih terus di pertahankan, kenyataan membuktikan dengan sikap otoriter rezim SBY – Boediono melalui anteknya Gamawan Fauzi (Mendagri) yang dengan serta merta memprotes SK MRP No. 14/2009 tentang ketetapan bakal calon kandidat Bupati/Walikota adalah orang asli Papua. Mengerikan, sikap Jakarta yang tetap monoton mempraktekan watak asli orde baru, rezim SBY-Boediono dalam hal ini Gamawan Fauzi menjadikan lembaga Mendagri sebagai lembaga mafia hukum yang tidak konsisten terhadap amanat UU Otsus dan mengakui MRP sebagai lembaga refresentativ aspirasi rakyat Papua.

Dukungan dan Sikap Politik

Dukungan Politik:

1. Mendukung Penuh, SK – MRP No. 14/2009, tentang penetapan calon Bupati/Wakil Bupati/Walikota adalah orang asli Papua, sesuai amanat UU No. 21/2001 (Otsus Papua) yang di atur dalam Bab III, Pasal (1) mengenai jaminan dan perlindungan Hak-hak politik rakyat Papua.

2. Mendukung Penuh, pembentukan Pansus DPR-Papua, sesuai mandate SK – MRP No. 14/2009 sebagai pengawal pembentukan draf UU Pemilukada di seluruh tanah Papua.

Menyatakan Sikap:

1. Menolak dengan tegas, intervensi Jakarta, melalui lembaga Kementerian Dalam Negeri (Mendagri) yang dengan sewenang-wenang menolak SK-MRP No. 14/2009 tanpa mempertimbangkan perngakat hukum, sebab sikap Mendagri adalah pengkhianatan terhadap amanat UU Otsus Papua.

2. Mendesak pemerintah Indonesia, dalam waktu 60 hari, terhitung dari tanggal 1 Mei 2010 segera mengeluarkan draf UU Pemilukada sebagai pelaksanaan SK MRP No. 14/2009.

3. Menuntut realisasi amanat UU No. 21/2001, Bab III, Pasal 1 (Otsua Papua), tentang pengawasan dan perlindungan Hak-Hak politik rakyat Papua.

4. Menyeruhkan kepada seluruh rakyat Papua, bersiap-siap untuk lakukan konsolidasi menyeluruh untuk kepentingan mobilisasi, Jika pada poin (1), (2) dan (3) tidak di gubris oleh Jakarta, lakukan mogok sipil nasional dengan kegiatan lumpuhkan aktifitas pemerintahaan dengan turun jalan, Bubarkan Majelis Rakyat Papua (MRP) boneka SBY, Hapuskan UU No. 21/2001 (Otsus Papua) titipan neolib. Bentuk panitia persiapan pemerintahan darurat pro rakyat Papua.

Demikian, bentuk dukungan dan peryataan sikap ini kami buat sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa indepneden, tanpa ada kepentingan apapun selain kepentingan rakyat.

Jakarta, 12 Mei 2010.

BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

(BEM – PAPUA)

John Okama Wetipo

Ketua Umum

Kamis, 18 Maret 2010

UNDANGAN DAN SERUAN AKSI



PT. FREEPORT TRAGEDI PAPUA TRAGEDI BANGSA “

Selamt datang Presiden Amerika Serikat Barac Hussein Obama ke Indonesia. Bahwa sudah setengah abad lamanya perusahaan Negara anda “ PT. Freeport” berdiri di atas Tanah kami. Tidak ada kemajuan positif yang kami dapatkan dari kehadiran perusahaan raksasa dunia ini. Kami di tindas hak kami, hak kami dirampok oleh perusahaan anda. Keadilan yang bermartabat kami butuhkan saat ini, kami minta perusahaan asal Amerika Serikat di Papua, PT. Freeport harus di tutup dalam kunjungan kenegaraan saat ini.

Pemerintah Indonesia harus membicarakan masalah Freeport dengan Obama sebagai jaminan politik atas penanganan masalah pertambangan asing didalam negeri terutama di Tanah Papua. Sebagaimana telah dilakukan oleh pemerintah melalui KOMNAS HAM. Apresiasi kami bagi jajaran Komisi Nasional HAM yang telah berupaya memanggil para petinggi Freeport untuk mendialogkan masalah Freeport atas masalah yang terjadi. Namun, harus lebih bergigi, bahwa upaya pemanggilan jajaran Freeport oleh KOMNAS HAM sebagai bentuk intervensi lembaga Negara yang patut ditiru oleh elemen Negara lainnya.

Kami pun menyayangkan Protokoler Negara yang tidak mengatur kunjungan kenegaraan Obama ke Timika papua “ medan masalah Freeport”, namun Obama hanya dipastikan mengunjungi wilayah Jakarta -Yogyakarta dan Bali saja. Kami kecewa atas ketidakhadiran Obama di Timika Papua sebab keberadaan Aset vital Amerika ada di Papua. Kami bertanya kepada Obama sebagai peraih Nobel Kemanusiaan ini semestinya dalam perhelataannya yang pertama kali ini rakyat Indonesia melihat secara dekat realitas situasi kemanusiaan dan demokrasi yang terjadi di Papua, terutama areal Freeport di Timika. Inilah kenyataan pahit terus dikubur oleh Obama yang tidak tegas soal perilaku perusahaan milik Negara-Nya “ PT. Freeport Mc Moorant Cooper & Gold / PT. Freeport Indonesia “ yang sudah sekian puluh tahun menimbulkan tragedy ketakutan, terror, konflik dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hubungan Freeport dan kejahatan lingkungan hidup suatu masalah mendesak yang juga butuh perhatian serius dari se-orang Obama yang kita kenal menggugah dunia dengan prinsip keadilan dan pemenuhan HAM.


Disatu sisi, Rakyat papua menduga bahwa tujuan kedatangannya tidak lain adalah untuk memperkuat rezim neoliberal-koruptor Susilo Bambang Yudhoyono. Kami tidak berharap banyak kehadiran Obama di Indonesia memberi ruang bagi perubahan nasib orang Papua dan Indonesia khususnya, tetapi kehadiran Obama semata-mata hanyalah ajang konsolidasi korporasi yang terus menggenggam keutuhan rakyat kami, kehadirannya justeru memberi ruang bagi matinya kemerdekaan demokrasi dan keutuhan hidup masayarakat adat kami, sebaba dipastikan sepeninggal kunjungan Obama, sudah pasti roda investasi bertambah di Papua.


TUNTUTAN

1.SEGERA TUTUP PT. Freeport di Papua. Pemerintahan Amerika Serikat dibawah genggaman Obama sama saja wataknya bila Presiden Obama yang baru tidak mampu menggugurkan hegemoni Investasi Amerika di Negara lain seperti PT. Freeport di Papua harus di ubah mulai dengan keputusan moral seorang Obama sebagai presiden Negara adidaya ini.

2.Kami mempertanyakan protokoler Negara yang tidak menjawalkan kunjungan Obama ke Timika-Papua, sebab perusahaan AS terbesar beridiri di Papua dan bukan di Jakarta –Yogyakarta,Bali.

3.Mengutuk dengan keras Join Konsensus AS-Indonesai yang se-enaknya memasukan investasi baru di Tanah Papua tanpa proteksi kedaulatan ekonomi dan keutuhan rakyat kami.

4.Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat ( LPNR-PB ) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera memanggil Petinggi Freeport pusat MR. Jimm Bob Moffet untuk menghadap dalam rangka klarifikasi masalah kemanusiaan yang terjadi akibat operasi Freeport selama setengah abad di Papua.

5.Mengajak semua Pihak untuk terlibat penuh dalam upaya penyelesaian masalah Freeport sebagai akar masalah di Papua guna mencari solusi bermartabat bagi pemenuhan hidup orang Papua. Kami minta Pemerintah fokus urus masalah Freeport di Papua, sebab Freeport biang kerok tragedy di Tanah Papua.
Berhubungan dengan kedatangan Presiden Amerika Serikat Barac Obama ,pada bulan maret /2010 ;maka kami dari panitia aksi demo damai untuk mengundang kawan-kawan papua se-jawa dan bali,untuk bergabung dalam aksi damai akan dilaksanakan pada.


Hari/Tanggal : 19 Maret/2010
Tempat Aksi : Kantor Freeport Plaza 89 Kuningan Jakarta
Jam : 09,30-Selesai
Titik Kumpul : Kampung Melayu , UKI, PGC, Mampang
Star : Perampatan Mampang Jakarta Selatan Ke Kantor Freeport
Plaza 89,Kuningan.


Demikian seruan ini kami keluarkan di Jakarta ,18 Maret/2010

Hormat Kami
Panitia Aksi.


Victor Kogoya
Ketua


John Okama wetipo
Sekretaris


Dewan Presidium Pusat Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat.
( DPP LPNR-PB )


Arkilaus Arneus Baho
Ketua Umum


John Okama Wetipo
Sekjen
.

Rabu, 17 Maret 2010

PERNYATAAN SIKAP ( LPNR-PB ) TERKAIT KEDATANGAN BARAC HUSEIN OBAMA KE INDONESIA

PERNYATAAN SIKAP
PT. FREEPORT TRAGEDI BANGSA PAPUA BARAT!

Jakarta, (19/3) Selamat datang Presiden Amerika Serikat Barac Hussein Obama ke Indonesia. Bahwa sudah setengah abad lamanya perusahaan Negara anda “ PT. Freeport” berdiri di atas Tanah kami Papua Barat. Tidak ada kemajuan positif yang kami dapatkan dari kehadiran perusahaan raksasa dunia ini. Kami di tindas hak kami, hak kami dirampok oleh perusahaan anda. Keadilan yang bermartabat kami butuhkan saat ini, kami minta perusahaan asal Amerika Serikat di Papua Barat, PT. Freeport harus di Tutup Total dalam kunjungan kenegaraan saat ini.

Perlu Tuan Presiden Obama ketahui bahwa, Freeport masuk ke Papua Barat dan melakukan eksplorasi 1967 secara ilegal dengan mengabaikan Hak-Hak Politik dan Hak-Hak hulayat atas tanah kami. Perlu Tuan ketahui bahwa, Sejak militer Indonesia melakukan invansi 1963 ke Papua Barat, wialyah tanah kami di klaim oleh pemerintah Indonesia sebagai wilayah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ironisnya setelah konspirasi politik busuk di di lakukan antara pemerintah Indonesia – Amerika Serikat (AS) dan Belanda, Hak-hak Politik rakyat Papua Barat di rampas dan di gadaikan melalui rekayasa Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA 1969). Kini rakyat Papua Barat telah sadar bahwa Freeport merupakan akar kejahatan konflik politik, sosial, dan budaya di Papua Barat. Rakyat Papua Barat mendesak juga kepada Pemerintah Indonesia harus membicarakan masalah Freeport dengan Obama sebagai jaminan politik penyelesaian konflik di Papua Barat. Sebagaimana telah dilakukan oleh pemerintah melalui KOMNAS HAM. Apresiasi kami bagi jajaran Komisi Nasional HAM yang telah berupaya memanggil para petinggi Freeport untuk mendialogkan masalah Freeport atas masalah yang terjadi. Namun, harus lebih bergigi, bahwa upaya pemanggilan jajaran Freeport oleh KOMNAS HAM sebagai bentuk intervensi lembaga Negara yang patut ditiru oleh elemen Negara lainnya.


Kami pun menyayangkan Protokoler Negara yang tidak mengatur kunjungan kenegaraan Obama ke Papua Barat “ medan masalah Freeport”, namun Obama hanya dipastikan mengunjungi wilayah Jakarta -Yogyakarta dan Bali saja. Kami kecewa atas ketidakhadiran Obama di Papua Barat sebab keberadaan Aset vital Amerika ada di Papua Barat. Kami bertanya kepada Obama sebagai peraih Nobel Kemanusiaan ini semestinya dalam perhelataannya yang pertama kali ini Masyarakat Internasional melihat secara dekat realitas situasi kemanusiaan dan demokrasi yang terjadi di Papua Barat, terutama pembungkaman terhadap kejahatan sejarah integrasi dan pelanggaran HAM di areal Freeport di Timika. Inilah kenyataan pahit terus dikubur oleh Obama yang tidak tegas soal perilaku perusahaan milik Negara-Nya “ PT. Freeport Mc Moorant Cooper & Gold / PT. Freeport Indonesia “ yang sudah sekian puluh tahun menimbulkan tragedy ketakutan, terror, konflik dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hubungan Freeport dan kejahatan lingkungan hidup suatu masalah mendesak yang juga butuh perhatian serius dari se-orang Obama yang kita kenal menggugah dunia dengan prinsip keadilan dan pemenuhan HAM.

Disatu sisi, LPNR-PB juga menduga bahwa tujuan kedatangannya tidak lain adalah untuk memperkuat rezim neoliberal-koruptor Susilo Bambang Yudhoyono. Kami tidak berharap banyak kehadiran Obama di Indonesia memberi ruang bagi perubahan nasib orang Papua Barat, tetapi kehadiran Obama semata-mata hanyalah ajang konsolidasi korporasi yang terus menggenggam keutuhan rakyat kami, kehadirannya justeru memberi ruang bagi matinya kemerdekaan demokrasi dan keutuhan hidup masayarakat adat kami, sebab dipastikan sepeninggal kunjungan Obama, sudah pasti roda investasi bertambah di Papua Barat.

Dengan demikian Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat menyatakan pendapat terbuka atas kunjungan Obama diataranya;

1. SEGERA TUTUP PT. Freeport di Papua Barat. Pemerintahan Amerika Serikat dibawah genggaman Obama sama saja wataknya bila Presiden Obama yang baru tidak mampu menggugurkan hegemoni Investasi Amerika di Negara lain seperti PT. Freeport di Papua Barat harus di ubah mulai dengan keputusan moral seorang Obama sebagai presiden Negara adidaya ini.

2. Kami mempertanyakan protokoler Negara yang tidak menjadwalkan kunjungan Obama ke Papua Barat, sebab perusahaan AS terbesar beridiri di Papua Barat dan bukan di Jakarta, Yogyakarta dan bali.

3. Mengutuk dengan keras Join Konsensus AS-Indonesai yang se-enaknya memasukan investasi baru di Tanah Papua Barat tanpa proteksi kedaulatan Politik, ekonomi dan keutuhan rakyat kami.

4. Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat ( LPNR-PB ) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera memanggil Petinggi Freeport pusat Mr. Jimm Bob Moffet untuk menghadap dalam rangka klarifikasi masalah kemanusiaan yang terjadi akibat operasi Freeport selama setengah abad di Papua Barat.

5. Mengajak semua Pihak untuk terlibat penuh dalam upaya penyelesaian masalah Freeport sebagai akar konflik masalah di Papua Barat guna mencari solusi bermartabat bagi pemenuhan hidup bangsa Papua Barat. Kami minta Pemerintah fokus urus masalah pelanggaran HAM secara menyeluruh dan pada khususnya terkait dengan status keberadaan Freeport di Papua Barat, sebab Freeport biang kerok tragedy di Tanah Papua Barat.
6. Menyeruhkan kepada pemerintah Indonesia –Amerika Serikat (AS) – Belanda dan Masyarakat Internasional lainnya mendesak Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) meninjau kembali rekayasa Referendum (PEPERA 1969) dengan cara menggelar Referendum ulang sebagai alternatif penyelesaian konflik di Papua Barat.
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, dengan sesungguh-sungguh atas nama Tanah dan tulang belulang rakyat Papua Barat yang telah mati di medan pertempuran mendahului kita dan yang sedang berjuang serta anak – anak cucu kita di kemudian hari.

Jakarta,19 Maret/2010

Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat (L PNR-PB ).

Arkilaus Arnesus Baho
Ketua Umum DPP LPNR-PB

John Okama Wetipo
Sekjen DPP LPNR-PB

.

Blog List

Powered By Blogger

Other Links

Photobucket

Lencana Facebook

Blogger Links


Blogger Layouts by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Landscapes Design