Jumat, 31 Juli 2009

Bintang Kejora Berkibar, Kontak Senjata di Perbatasan

Jakarta-(Ligapapua.pos)-Masyakat papua barat saat ini sudah bosan dengan issue murahan yang dilakukan oleh militer non organic di papua barat dan pengibaran bendera bintang kejora itu oleh pihak militer Indonesia untuk menjadikan papua barat itu daerah konflik untuk menghasilkan dana keaman di perbatasan papua dan PNG,oleh sebab itu masyarakat jangan ikut campur permainan pihak militer Indonesia.


Perjuangan papua dengan damai,tidak seperti yang dilakukan oleh pihak keamanan Indonesia,tanah papua barat adalah tanah suci untuk menghasilkan satu bangsa yang martabat.

Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto
JAYAPURA, KOMPAS.com — Pengibaran bendera Bintang Kejora, Sabtu (25/7) di Kampung Wembi, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua, sekitar pukul 05.00 WIT, menyebabkan terjadinya kontak senjata di wilayah perbatasan tersebut.
Informasi yang dihimpin Kompas, pengibaran dipimpin Lambert Pkukir, pimpinan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) Wilayah Perbatasan.

Kini, aparat TNI sedang dimobilisasi untuk membantu anggota yang sedang bertugas di perbatasan yang sedang baku tembak dengan kelompok bersenjata itu.
Melalui pesan singkat kepada wartawan di Jayapura, Papua, Sabtu siang, Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Letkol Inf Susilo membenarkan terjadinya pengibaran bendera Bintang Kejora di wilayah antara Kampung Wembi dan Ampas di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom.

Ia menjelaskan, aparat sedang mendalami kasus ini. Sementara itu, menurut informasi, jalan masuk-keluar menuju Keerom masih dijaga aparat.

Sumber : Kompas

.

LIGA PERJUANGAN NASIONAL RAKYAT PAPUA BARAT (LPNR-PB)





No : Istimewa
Hal : Seruan Aksi Demo Merespon Represifitas Negara terhadap Warga Papua di Timika terkait Insiden Freeport
Terlampir :
1. Situasi Terkini dari Timika
2. Siaran Pers LPNR PB tentang Freeport
3. Tentang Tujuan dan Cita-cita Organisasi LPNR-PB

Jakarta, Indonesia 24 Juli 2009

Kepada Kawan-Kawan
Mahasiswa / Mahasiswi dan Pemuda Papua
Se-Jawa dan Bali
CQ-
1. Pimpinan Paguyuban
2. Ketua Asrama
3. Ketua Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Masing-masing Wilayah

Sehubungan dengan akan digelar aksi demo damai, Kami dari LPNR PB mengundang kawan-kawan sekalian terlibat dalam aksi demo dimaksud. Tentang demo ini, terkait tindakan brutal aparat Negara di Papua khususnya aksi penyisiran dan penangkapan semen-mena yang dilakukan militer terhadap warga sipil Papua di Timika. Operasi militer dengan se-enaknya menuduh warga Papua sebagai pelaku penembakan terhadap karyawan PT. Freeport dan aparat densus 88.
Tujuan aksi dimaksud untuk mengurangi dampak kemanusiaan terkait operasi aparat di lapangan. Dan juga, upaya menuntut penyelesaian keberadaan PT. Freeport di Papua untuk kedepan lebih adil dan bermartabat terutama menjadikan kedaulatan Bangsa Papua sebagai tujuan bersama.
Adapun Aksi demo damai dimaksud dilakukan pada:
Hari / tanggal :Rabu, 29 Juli 2009
Tempat :Jakarta-Indonesia
Tuntutan :
1. Tutup Freeport.
2. Usut tuntas kejahatan Freeport atas tindakan pelanggaran HAM & Kerusakan Lingkungan Hidup.
3. Bebaskan rakyat Papua Barat dari cengkeraman neo-imperialisme Freeport untuk; kedaulatan, kemandirian dan keadilan ekonomi semesta!.
Demikian yang kami berikan, dukungan saudara-saudara sekalian sangat mendukung restorasi kedaulatan Papua.
Terimakasih
Hormat Kami
DPP LPNR – PB
Arkilaus Arnesius Baho
Ketua Umum

Jhon Wetipo
Sekjend
Catatan:
1. Untuk Hubungan mobilisasi massa se-jawa dan Bali, silahkan menghubungi Sekjend DPP LPNR – PB di Nomor 081227470088
2. Aksi demo juga melibatkan solidaritas masyarakat lainnya dari elemen sipil dan mahasiswa serta NGO yang juga memiliki satu tujuan bersama sesuai prinsip demo bersama.
3. Sentral Kordinasi Aksi Demo berkedudukan di Kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( EKNAS WALHI ). Jl. Tegal Parang Utara No.14 Mampang Jakarta Selatan.

Lampiran
SITUASI TERKINI PAPUA TIMIKA
( Oleh: Dewan Presidium Regional “ DPR “ Timika )

Paska insiden timika yang berbuntut 3 orang tewas 2 diantaranya adalah karyawan Pt. Freport ( Markus Patialo, dan Drew Nicolas Greant) masing -masing di mile 51 dan 52, dan satu orang adalah anggota bribmob satgas amole Bribda Fredi patipeilohi di mile 51, berbuntut penangkapan liar oleh aparat keamanan Densusus. 88 mabes Polri terhadap warga sipil. Pada tanggal 21 juli sekitar pukul 16. 30 waktu timika - Papua, aparat kepolisian densusus 88 berjumlah 10 orang yang dipimpin langsung oleh Direskrim Polda papua Kombes Pol Bambang Rudi, dengan senjata lengkap laras panjang mereka menangkap lima oarang warga sipil tanpa alasan yang jelas, tepatnya di kwamki baru timika papua. mereka melakukan penyisiran dan penggeledaan dari tiap - tiap rumah warga yang ada disekitar kwamki baru, bahkan sebelum memasuki rumah mereka mengeluarkan tembakan membabi buta diudara. dan dari pan ke lima warga ini saat dibawa ke mobil tangan mereka langsung diborgol. dan juga penangkapan yang juga terjadi di dua tempat berbeda yaitu di Jl. yosudarso dan, Jl. Trikora timika papua. dan diprediksiksn hingga saat ini dari jumlah keseluruhan sudah sekitar dua puluhan warga yang ditangkap.

Kondisi terkini Timika Papua jumat 24 juni 2009 mulai pukul 7.00 wpb, di Timika Papua wilayah SP 2 distrik mimika baru aparat kepolisian Densusus 88 berjumlah 10 orang yang juga di beckup oleh satuan Dalmas dan anggota Brimob Polda Papua melakukan penyisiran rumah warga. Dari penyisiran tersebut kurang lebih 12 rumah warga dirusakan. dan pada saat tersebut aparat mengeluarkan tembakan menakut - nakuti warga sehingga warga melarikan diri kehutan - hutan untuk melakukan perlindungan. sementara warga yang tidak sempat melarikan diri langsung dibawah ke Mapolresta di mile 32.

Dari data yang diperoleh di lapangan
1. lima Rumah warga rusak
2. sekitar dua ratus orang mengungsin ke hutan – hutan
3. sekitar 15 warga di tangkap dan di bawah ke kantor polisi

Hal yang harus dilihat disisni adalah:

1. Motif dari kejadian ini belum jelas, siapa pelaku dibalik insiden tersebut, warga
sipil suda ditangkap dengan sembarangan.
2. lokasi penangkapan sangat jauh dari lokasih kejadian.
3. Pernyataan Kapolda dalam siaran Pers nya di Timika tanggal 20 juni, bahwa pelaku penembakan adalah orang terlatih. ternyata yang ditangkap adalah rakyat sipil yang sangat butah dengan senjata.
4. Team Forensik belum mengumumkan haril pemeriksaan terhadap proyektil yang digunakan sehingga bisa dipastikan siapa pelakunya.
5. Dari warga yang ditangkap ada yang menyimpan peluruh yang digunakan oleh TNI.
6. Kita butuh team yang harus konsen untuk data dilapangan

demikia laporan yang dapat kami sampaikan untuk dikembangkan guna kepentingan advokasi terhadap warga sipil di Timika Papua.

Lampiran
SIARAN PERS
TUTUP FREEPORT INDONESIA !
UNTUK
PEMENUHAN KEDAULATAN RAKYAT DI TANAH PAPUA.


Jakarta, Indonesia. 24 Juli 2009.

Situasi Timika Papua pasca insiden Freeport, seperti yang di tuliskan LPNR PB bahwa kembali terjadi insiden penyerangan atas penduduk sipil di Timika Papua oleh satuan gabungan polisi dan tni terkait insiden yang terjadi di Areal PT. Freeport Indonesia, aksi penggeledahan rumah-rumah warga, sweeping aparat kemudian dilakukan dengan menggunakan senjata lengkap. Sesekali tembakan dikeluarkan aparat di perkampungan Kwamki Lama. Aksi-aksi brutalisme aparat Negara menunjukan keberpihakan Negara atas instutusi imperialisme Freeport semata. Dimana kita tahu, insiden penembakan terhadap para karyawan PT. Freeport hingga terjadi terus menerus dalam sepekan, membuktikan adanya suatu rantai konflik yang telah kronis.

PT. Freeport dan Negara ( Pemerintah ) terus menegakan instrument Plastik semata. Sejarah konflik di Timika terkait keberadaan perusahaan raksasa Amerika Serikat ini tak pernah pudar dari situasi konflik. Hampir tiap tahun, rakyat Indonesia dikagetkan dengan insiden kemanusiaan, bencana ekologis dan persaingan menutup gerak sosial politik penduduk sipil di Timika. Nafas penduduk Papua terus diperhadapkan dalam sejunta rekayasa masalah, penerapan hukum plastik yang nyatanya gagal dalam merekonstruksi masalah di Timika dan terutama terkait keberadaan PT. Freeport Indonesia. Demikian awal pandangan dari kami untuk selanjutnya dalam siaran pers ini.

Segera! Pengurangan Aktifitas Militer di Areal Tambang dan Pelosok Papua

Sampai siaran pers LPNR PB dikeluarkan, masih terjadi rentetan insiden penggeledahan di sudut kota mimika Papua hingga Mile ( Areal ) Freeport di Papua. Pemulihan keamanan yang dilakukan aparat Negara di Timika terlalu berlebihan dan penuh rekayasa hukum dan opini publik. Secara fakta bahwa, penggunaa senjata modern bagi orang Papua sangatlah tidak benar. Jika memang dituduhkan bahwa penduduk sipil Papua sebagai ( OPM ) yang menembak karyawan Freeport, dugaan tersebut sangat nihil. Alasan mendasar yang sulit dibuktikan adalah siapa yang menyuplai pelatan canggih kepada orang tak dikenal untuk menembak. Padahal, perjalanan menuju Timika hanya dilalui melalui jalur udara dan laut. Posisi kota Timika dan pengamanan areal Freeport berlapis-lapis terutama memasuki areal Freeport anda mendapat petunjuk memiliki dua belas lapis perijinan dari cabang-cabang keamanan persahaan, sehingga siapapun membawa dan mengunakan alat bersenjata tak mungkin dapat diterobos dengan mudah.

Kembali Kami menulis juga dalam siaran pers ini, bahwa tangan-tangan bedil bersenjata adalah riwayat pahit selama Freeport berada di Papua. Penanganan masalah terkait penolakan keberadaan PT. Freeport Indonesia terus direspon dengan junta militer oleh Negara. Hakikat stabilitas keamanan investasi, pemenuhan keamanan bagi imperialisme pemodal dan pengistimewaan bagi kelompok jajahan tambang adalah rangkaian masalah bangsa yang terus terjadi berulang-ulang. Sayangnya, dominasi militer di areal pertambangan cenderung menuai masalah baru dan tak satupun solusi yang didapat dari kolaborasi militer sebagai “ Whots dog “ bagi pengamanan aset terutama investasi asing. Karakter
yang sama berlaku di pedalaman Tanah Papua. Berbagai proyek militer subur. Pendirian pos-pos militer di daerah pedalaman Papua dengan dalih menjaga Negara dari serangan separatisme hanyalah gula-gula politik demiliterisasi bagi restorasi hegemoni militerisme yang terus tebal dan mengkristal saja.

Dalam catatan aktivis LPNR PB, kasus sejumlah gadis di kampung sota-Merauke Papua yang memiliki anak tanpa status perkawinan dimana, kampung tersebut berada pos militer dan asukan non organik dan organik gabungan dari satuan angkatan. Kemudian, trgaedi penembakan warga sipil di perbatasan RI-PNG awal bulan Juli silam oleh satuan penjaga pos perbatasan hingga penembakan semena-mena aparat polisi di Enarotali terhadap penduduk sipil yang berulah di pasar. Banyak kasus penggunaan senjata ( alat Negara ) secara semenan-mena oleh institusi Negara. Juga tak bisa dibantahkan, bahwa institusi militer di areal tambang menuai kucuran dana segar yang fiktif kepada individu aparat ( publikasi newyork times tahun 2006 ) bahwa Freeport memberikan dana pengamanan kepada petinggi militer Indonesia. Masalah kesewenangan alat Negara semakin terus terjadi sebab tidak ada satupun evaluasi Negara atas kecerobohan yang terjadi. Kebuntuan solusi Negara atas sejumlah masalah yang terjadi akibat instrument Negara begitu lemah akibat di tindas oleh suprastruktur imperialisme pemodal, adalah fakta Freeport di Papua.

TUTUP Freeport, Untuk kedaulatan Rakyat!

Sebagai sikap organisasi, kami menyatakan bahwa Freeport harus ditutup guna penyelesaian dan pemenuhan HAM, pemenuhan Ekologi dan keadilan ekonomi. Sebab tidak ada jalan untuk menuntaskan kasus-kasus di Freeport hanya dengan cara menutup PT. Freeport di Papua, solusi awal menuju penyelesaian menyeluruh dan adil serta bermartabat. Independensi dalam pengungkapan masalah di Papua dan Freeport tak bisa efektif jika Freeport terus beroperasi. Maka itu, investigasi aparat di Papua terkait penembakan niscaya dapat di dudukan solusinya bila Freeport terus beroperasi.

Lanjut dari siaran pers LPNR PB ini bahwa, Kasus Freeport harus di tunjukan bahwa Negara punya kewajiban melindungi rakyatnya dari praktik perusakan lingkungan hidup, pemenuhan warga Negara untuk berdaulat dari rasa takut, memerdekaan warga Negara dari ketidakadilan ekonomis. Cita-cita mulia harus diwujudkan dengan cita-cita bahwa rakyat sebagai akar adanya Negara hari ini. Tak bisa terwujud, tak bisa diwujudkan segala pemenuhan hidup bagi rakyat. Kasus Freeport di Papua, harus buktikan bahwa Negara adalah bedil yang harus menggendalikan investasi didalam negeri dan bukan sebaliknya.

Bagi LPNR PB bahwa menutup PT. Freeport harus!. Pengurangan aktifitas milter di Papua adalah menuju keadilan kemanusiaan dan mengurangi trgadedi kemanusiaan bahkan kristalisasi isu separatisme Negara dapat berkurang dengan pengurangan aktifitas militer dan penutupan PT. Freeport. Sebab militer dan pemodal raksasa, pemicu berbagai masalah bangsa. Indonesia adalah negeri yang paling rentan terhadap penjarahan asset rakyat, Negeri ini dicabik-cabik demi kepentingan neo-imperialisme. Kedaulatan rakyat hanyalah bumbu-bumbu politis, dinamika nasionalisme bangsa bergeser pada kontradiksi pengkredilan Negara dari rasa memiliki dari rakyat.

Kami memandang bahwa Papua begitu jauh dari ranah nasionalisme kedaulatan, niscaya keterpecahan memuncak pada keharusan berdirinya sebuah Negara baru yang di dorong dari akumulasi para pemodal di Papua. Bahwa Freeport bila dibiarkan tetap mengangkangi Negara dan rakyat, betapa tidak jika dengan sendirinya kapan dan dimanapun semaunya pemodal untuk mendirikan Negara baru di Papua. Papua merdeka adalah roh keluarkan rakyat dari cengraman
mperialisme demi pemenuhan ekonomi, kedaulatan politik dan kemandirian rakyat pada ukuran sejatinya nilai budaya dan adat sebagai entitas nasionalisme bangsa.

Menutup siaran pers yang kami berikan, Dewan Presidium Pusat, Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Barat memandang bahwa sangat tidak relevan jika Negara menuduh Organisasi Papua merdeka mendirikan Negara Papua. Kenyataan, kewajiban Negara saat ini takluk terhadap keberadaan pemodal semata dan tidak tunduk pada kedaulatan rakyat semesta. Pemerintah tidak dibuat takut oleh OPM, faktanya, Negara tunduk atas kepentingan modal. Justru dengan sendirinya, kekuatan kolaborasi ekonomi kapitalis yang terbukti menjajah rakyat dan Negara, jika dibiarkan, Papua dibawa keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapa yang bawa?. Untuk memenuhi kepentingan ekspansionisme, kantong-kantong imperialisme tetap mendirikan Negara baru demi kelanjutan eksploitasi dan imperium tetap berjalan. Maka itulah, sudah saatnya, instrument Negara menjadi ukuran mengembalikan keterpecahan rakyat demi pemenuhan secara menyeluruh menuju kedaulatan semesta. Semuanya, rakyat Papua khusunya dari Sorong hingga Maroke ( Merauke ) harus dikembalikan dalam ranah kedaulatan bangsa dan Negara dari cengraman neo-Imperilaisme!.
Lampiran
ORGANISASI LPNR-PB

LPNR - Papua Barat didirikan dalam rapat umum dan konsolidasi strategis untuk Papua awal juli 2009. Struktur LPNR terdiri dari Dewan Presidium Pusat, Dewan Presidium Regional dan Dewan Presidium Kampung. Terdiri dari 16 wilayah regional dan dua ratus region kampung.

Cita-cita LPNR Papua Adalah keluar dari cengkraman Neo-Imperialisme, Neoliberalisme dan Kapitalisme, Untuk rakyat Papua Barat yang berdaulat secara politik, sejahtera secara ekonomi dan mandiri dalam adat dan budaya.

Dengan demikian, LPNR - Papua Barat menetapkan:
I. Tutup Freeport
II. Pengurangan Aktifitas Militer di Tanah Papua
III. Mendukung dan terlibat aktif dalam perjuangan rakyat di belahan dunia khususnya Bangsa Papua di bagian barat pulau Papua.
.

Statemen Resmi OPM terkait insiden PT. Freeport Indonesia

Warga Dunia yang kami hormati !!!

Kami bangsa Papua Barat sungguh menyadari, bahwasannya semua peristiwa demi peristiwa yang mengakibatkan terjadinya pembantaian demi pembantaian, penculikan, pemusnahan, penganiayaan dan pemerkosaan adalah sifat dasar Colonial yang selama ini diterapkan oleh Bangsa Indonesia lewat TNI-POLRI di seluruh Tanah Papua Barat. Bukan hanya itu yang terjadi, semua program kolonisasi terhadap bangsa Papua Barat juga terjadi diberbagai lapisan kehidupan, baik social, economy, budaya, kesenian dan lebih dari pada itu adalah sistem pemerintahan yang diterapkan di Tanah Papua adalah penuh dengan conspiracy politic economy.

Peristiwa-peristiwa seperti ini bukan sebuah scenario yang baru kali ini dilakukan oleh Pihak Colonial Indonesia lewat TNI-POLRI di Areal PT.Freeport Indonesia dan Papua Barat keseluruhan, apa yang terjadi di sepanjang jalan PT.Freeport Indonesia ini adalah satu bagian kecil tindakan brutal yang sangat biadap dari sekian tindakan keganasan TNI-POLRI. Sehingga saya atas nama bangsa Papua Barat mau menyatakan bahwa, Kejadian demi kejadian diatas adalah satu dari sekian kejadian paling sadist yang pernah dilakukan oleh TNI-POLRI di Tanah Papua Barat.

Bukan hanya persoalan dalam negeri, kadang kalanya, persoalan luar negeri menjadi sebuah balas dendam Indonesia mengatas namakan TPN-OPM. Dengan berbagai penyusupan, pembunuhan kemudian melansir segala kejadian tersebut kepada pihak TPN-OPM. Pembunuhan

Warga dunia dan Para simpatisan bangsa Papua yang kami muliakan,

Sesungguhnya, perjuangan kami bangsa Papua adalah perjuangan untuk memperoleh kedaulatan (Kemerdekaan penuh) dari penjajahan Colonial Indonesia. Perjuangan TPN-OPM adalah perjuangan terhormat, perjuangan berwibawa, bukan perjuangan sporadic atau perjuangan brutal, sebagaimana selama ini dilakukan oleh Colonial Indonesia terhadap masyarakat sipil di Tanah Papua Barat.

Catatan memorials bangsa Papua atas keganasan colonial Indonesia dengan sikap brutal berawal ketika itu, kebrutalan colonial Indonesia terjadi pada tahun 1962, ketika itu secara Defector bangsa Papua Barat telah menyatakan Kemerdekaan pada tanggal, 1 December 1961 dengan nama Negara adalah Papua Barat (West Papua), nama bangsa adalah Bangsa Papua, Nama Bendera adalah Bintang Kejora dan Lagu kengsaan adalah Hai Tanahku Papua. Selain lambang Negara dan lainnya diatas, bangsa Papua pada saat itu sudah memiliki 12 Partai politic dan Dewan Rakyat Nieuw Guinea. Ini semua adalah sebuah fakta sejarah yang telah dikebiri oleh Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa capitalist yang hanya mengejar kekayaan alam Tanah Papua.

Masyarakat dunia yang kami muliakan,
Kekejaman bangsa Indonesia di Tanah Papua telah di mulai sejak tanggal, 12 April 1961 ketika Sukarno memerintahkan kepada seluruh angkatan bersenjata Colonial Indonesia untuk aksi militer dengan nama Commando Rakyat. Dimana dalam komandonya President Soekarno mengatakan, “…Belanda mengadakan (Negara Papua), Belanda Mengibarkan Bendera Papua, Belanda Mengadakan Lagu kebangsaan Papua..” Kita tidak boleh diam, Kita harus bertindak……. Setelah Colonial Indonesia mengeluarkan Commando Rakyat, juga dikeluarkan commando Mandala untuk membunuh manusia Papua dengan melakukan berbagai operasi yang menelan korban Jiwa rakyat Papua. Mulai dari Operasi Banteng, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Naga, Operasi Lumba-Lumba, Operasi Grakula, Operasi Koteka, Operasi Silet, Operasi Matoa, Operasi Mambruk serta masih banyak lagi dan berbagai bentuk terror serta intimidation dan aduh domba yang dilakukan oleh Colonial Indonesia lewat TNI-POLRI.

Warga dunia yang kami banggakan,

Selain berbagai bentuk operasi dan penganiayaan diatas, juga terjadi berbagai kekerasan dalam structure kehidupan bangsa Papua Barat. Diantaranya adalah pemaksaan kepada masyarakat Papua untuk menggunakan bahasa Indonesia, Structure pemerintahan dikuasai oleh Non Papua, Pembunuhan dan atau pemusnahan manusia Papua melalui transmigration, pemusnahan manusia Papua melalui Keluarga Berencana (KB) Pembunuhan manusia Papua melalui Minuman Keras, Pembunuhan melalui perempuan pelacur yang dikirim dari Pulau Jawa, Bali, Sumatra, Sulawesi dan Maluku, Penguasaan wilayah Papua melalui sistem pemerintahan dengan melakukan pemekaran Propinsi, Pemekaran Kabupaten dan berbagai perusahan asing yang masuk ke Tanah Papua lalu mendukung Colonial Indonesia dalam hal ini TNI-POLRI dengan memberikan Facilities untuk memusnahkan Manusia Papua yang mengeruk kekayaan alam Papua.

Berbagai bentuk kekerasan diatas hanya menjadi sebuah duka dan penderitaan panjang rakyat Papua Barat dalam mengarungi roda kehidupan di tanah yang Allah ciptakan untuk bangsa Papua Barat. Dunia membisu… seolah-oleh turut mendukung Bangsa Colonial Indonesia untuk memusnakan manusia Papua. Duniapun memberikan segala macam facilities demi kepentingan dunia di Tanah Papua dan demi memusnakan manusia Papua. Sementara manusia Papua hanya berdoa dan berjuang untuk mempertahankan hidup. Manusia Papua menjadi makluk manusia yang tidak berdaya dari segala macam conspiracy economy Politic para kaum pemilik modal dan kaum penjajah.

Warga dunia yang kami hormati,

Peristiwa demi peristiwa di Tanah Papua yang selama ini terjadi, terutama peristiwa-peristiwa penembakan di sepanjang Areal PT.Freeport Indonesia sesungguhnya adalah sebuah conspiracy kepentingan economy TNI-POLRI dan para mafia economy Indonesia. Penembakan atas dua Warga Negara Amerika yang note bane adalah staff Pengajar di SPJ adalah sebuah conspiracy satu piring dua sendok yang mengorbankan masyarakat Papua. Semua kejadian kekerasan semuanya selalu dilemparkan kepada pihak TPN-OPM, sementara pelaku sesungguhnya adalah sedang berpesta dibalik penderitaan dan tuduhan dunia terhadap bangsa Papua terutama TPN-OPM.
Sebagaimana telah saya selaku panglima tertinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat .. Jenderal Kelly Kwalik…tegaskan pada bagian pertama, Semua kasus penembakan di Areal PT.Freeport Indonesia terutama terhadap Saudara al. Drew Nicholas Grant adalah Tanggungjawab PT.Freeport Indonesia dan TNI-POLRI. Telah jelas bahwa, Conspiracy perebutan penguasaan Security PT.Freeport Indonesia antara Sipil Social Security, POLRI dan TNI. Penarikan pasukan TNI dari Areal PT.Freeport Indonesia telah menciptakan situasi keamanan yang tidak kondusip di antara pihak TNI dan Pihak Kepolisian. Di Tambah lagi dengan keinginan PT.Freeport Indonesia yang merencanakan sipil security. Belum lagi conspiracy pencurian facilities PT.Freeport Indonesia (BESTU) yang sering dilakukan oleh pihak TNI dan juga Pihak POLRI.

Saya selaku pimpinan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat membantah dengan tegas semua pernyataan baik oleh PANGDAM TRIKORA, KAPOLDA PAPUA maupun Secretaries menteri Politic dan Keamanan negara colonial Indonesia yang mencoba-cobah untuk tidak bertanggungjawab atas pembunuhan Saudara al. Drew Nicholas Grant. Kalau Bangsa Colonial Indonesia merasa sebagai negara yang beradap, yang menghargai nilai makluk manusia, maka saya meminta Indonesia harus mengakuinya secara gentlemen, tetapi apabila bangsa Indonesia adalah bangsa Biadap yang tidak menghargai nilai kemanusiaan, maka teruslah tunjukan kebiadaban colonial Indonesia di mata dunia International…. Karena memang bangsa Colonial Indonesia telah membangun negara dengan kebiadaban dan penuh kebobrokan.

Warga Dunia yang kami hormati,

Kalau situasi ini kemudian semua pihak menyalakan Tentara Pembebasan Nasional Tanah Papua Barat, TPN-OPM, maka saya ingin menyampaikan kepada dunia bahwa:

1. Pasukan TPN-OPM akan melakukan gerakan perlawanan terhadap segala bentuk tuduhan.

2. Segala operasi perlawanan pasukan tentara pembebasan Nasional atas TNI-POLRI akan menjadi tanggungjawab kami selaku Pimpinan Besar TPN-OPM. Diluar itu adalah pihak-pihak kepentingan dan tentunya pasti adalah pihak TNI-POLRI yang selama setengah Abad telah menunjukan prestasinya dimata Indonesia, Mata public International dan mata masyarakat Papua.

3. Kami akan terus melakukan perlawan hingga akhir hayat kami, dan akan menghentikan secara total operasi penambangan PT.Freeport Indonesia dan akan berhenti apabila ada pihak dunia/negara lain mau menjadi mediator dalam menyelesaikan persoalan Papua Barat.

4. Kami menghimbau kepada dunia untuk melihat persoalan ini secara professional dan kepada Warga negara Papua Barat untuk satukan langka, satukan barisan dan satukan kekuatan untuk mengembalikan Tanah Papua ke Pangkuan West Papua dari tanggan Colonial Indonesia yang saat ini sedang menjajah bangsa Papua Barat.
Demikian pernyataan press ini kami sampaikan atas perhatian kami ucapkan terima kasih.

Timika Papua Barat, 15 Jul. 09
Markas Besar
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat

JENDERAL KELLY KWALIK
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat
.
.

Senin, 27 Juli 2009

Bintang Kejora Berkibar, Kontak Senjata di Perbatasan

Jakarta-(Ligapapua.pos)-Masyakat papua barat saat ini sudah bosan dengan issue murahan yang dilakukan oleh militer non organic di papua barat dan pengibaran bendera bintang kejora itu oleh pihak militer Indonesia untuk menjadikan papua barat itu daerah konflik untuk menghasilkan dana keaman di perbatasan papua dan PNG,oleh sebab itu masyarakat jangan ikut campur permainan pihak militer Indonesia.

Perjuangan papua dengan damai,tidak seperti yang dilakukan oleh pihak keamanan Indonesia,tanah papua barat adalah tanah suci untuk menghasilkan satu bangsa yang martabat.

Laporan wartawan KOMPAS Ichwan Susanto
JAYAPURA, KOMPAS.com — Pengibaran bendera Bintang Kejora, Sabtu (25/7) di Kampung Wembi, Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Papua, sekitar pukul 05.00 WIT, menyebabkan terjadinya kontak senjata di wilayah perbatasan tersebut.
Informasi yang dihimpin Kompas, pengibaran dipimpin Lambert Pkukir, pimpinan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN OPM) Wilayah Perbatasan.

Kini, aparat TNI sedang dimobilisasi untuk membantu anggota yang sedang bertugas di perbatasan yang sedang baku tembak dengan kelompok bersenjata itu.
Melalui pesan singkat kepada wartawan di Jayapura, Papua, Sabtu siang, Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih Letkol Inf Susilo membenarkan terjadinya pengibaran bendera Bintang Kejora di wilayah antara Kampung Wembi dan Ampas di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom.

Ia menjelaskan, aparat sedang mendalami kasus ini. Sementara itu, menurut informasi, jalan masuk-keluar menuju Keerom masih dijaga aparat.

Sumber : Kompas

Sabtu, 25 Juli 2009

Insiden Freeport Dinilai Jadi Sumber Masalah, Freeport Diminta Ditutup

Jakarta - Ketidakadilan sosial dinilai menjadi pemicu aksi kekerasan yang akhir-akhir ini marak terjadi di kawasan tambang PT Freeport McMoran, Papua. Keberadaan Freeport dianggap sebagai sumber konflik masyarakat Timika selama ini.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Liga Perjuangan Nasional Rakyat Papua Arkilaus Arnesius Baho saat jumpa pers di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pusat, Jl Tegal Parang, Jakarta Selatan, Kamis (16/7/2009).

"Akar persoalan Papua adalah ketidakadilan sosial yang terjadi karena eksploitasi Freeport, kalau mau menyelesaikan Papua maka selesaikan dulu Freeport," kata Arki.

Arki menjelaskan, sejak Freeport berdiri di tanah Papua masalah rakyat Papua semakin kompleks. Banyaknya
diskriminasi, kesenjangan sosial, masalah ekologi hingga konlik sosial semakin sering terjadi.

"Insiden kemarin termasuk bagian konflik kepentingan akibat kue yang diperebutkan dari hasil eksploitasi," imbuhnya.

Menurut Arki, pihaknya belum mengetahui siapa pelaku kekerasan di daerah Tambang Freeport baru-baru ini. Meski begitu, Arki memastikan kelompok tersebut bukan berasal Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau kelompok yang menentang NKRI.

"Penembakan itu dari kelompok struktur non organik yang tidak terkomando," jelasnya.

Direktur Eksekutif WALHI Berry Nahdian Forqan menambahkan, keberadaan PT Freeport di Papua sudah harus dihentikan. Jika tidak, kekerasan di Papua akan semakin besar dan memuncak.

"Jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah Papua adalah menghentikan sumber masalahnya yaitu tutup Freeport," tandasnya.

Sementara itu,selama bulan Juli 2009 ini aksi kekerasan kian marak terjadi di sekitar areal tambang PT Freeport. 4 orang meninggal akibat tembakan peluru yang hingga sekarang belum diketahui siapa pelakunya.
(ape/nwk)

Sumber :Aprizal Rahmatullah - detikNews

lawas soal korupsi, perusakan lingkungan dan penjarahan besar-besaran yang dilakukan PT Freeport, sebuah perusahaan pertambangan asing, Ini.

Yogyakarta-(Ligapapua.post)- Heboh masalah Freeport beberapa hari terakhir, maka tak ada salahnya membaca

hasil wawancara pak Amien Rais dibawah ini. Semoga membuka "darah nasionalisme"

kita. Selamatkan Bangsamu atau memilih menjadi Bangsa Yang Tenggelam .....


Tak ada yang berubah dari sosok Amien Rais. Penampilannya yang sederhana, dan

keberaniannya dalam mengeritik penguasa, masih tetap melekat pada tokoh

reformasi ini. Urusan mengeritik penguasa, Amien tak main-main. Belakangan,

lelaki kelahiran Surakarta, 26 April 1944 ini, kembali melakukan gebrakan. Isu

Dulu pada tahun 90-an, kritiknya soal Freeport menyebabkan ia 'ditendang' dari

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) oleh Suharto. Mengangkat isu ini

menurut Amien, ibarat membentur tembok tebal.


Banyak pihak yang terlibat, terutama para pejabat bangsa ini dan kepentingan

asing. Kepada wartawan SABILI Artawijaya dan Rivai Hutapea, mantan Ketua MPR-RI

ini bicara blak-blakan soal Freeport. Berikut wawancara lengkapnya yang

berlangsung di pendopo dekat rumahnya di Condong Catur, Yogyakarta, pada Selasa

(31/01).

Apa yang melatarbelakangi Anda kembali berteriak lantang soal Freeport?

Jadi pada awal reformasi saya betul-betul tidak bisa menerima sebagai anak

bangsa, sebagai umat, melihat kelakuan investor asing yang mengeksploitasi

kekayaan alam kita lewat industri pertambangan secara sangat ugal-ugalan, sangat

tidak masuk akal.


Malah waktu itu saya berhasil menguak pertambangan Busang, yang mestinya akan

dibuka di Kalimantan, kemudian andaikata penipuan Busang itu menjadi kenyataan,

maka mereka bisa menjual saham di New York dengan harga yang aduhai. Sementara

sesungguhnya Busang itu pepesan kosong belaka.


Kemudian setelah saya dengan izin Allah, berhasil membongkar kebohongan Busang

itu, saya mengarahkan bidikan saya ke kejahatan yang dilakukan oleh PT Freeport

McMoran disekitar Timika. Saya mendasarkan kritik saya bukan hanya kata si Fulan

dan si Fulanah, atau berdasarkan qaala wa qiila, tetapi saya memang datang

sendiri ke pertambangan Freeport itu. Bahkan saya sempat menginap disana dan

saya relatif sudah menjelajahi selama setengah hari keadaan pertambangan itu.


Sebagai seorang anak bangsa saya betul-betul tidak bisa menerima bahwa ada

wilayah kita yang diacak-acak oleh perusahaan Amerika secara sangat menghina,

karena sebuah gunung sudah lenyap menjadi danau yang sangat jelek. Kemudian

entah berapa luasnya tanah sekitar pertambangan sudah rusak total. Saya juga

melihat dengan mata kepala ada pipa besar yang dipasang dari pusat pertambangan

di Grasberg disekitar Tembaga Pura itu turun kebawah sepanjang seratus kilometer

sampai ke tepi laut Arafura.


Kemudian ternyata pipa itu untuk menggotong concentrate atau biji tambang emas,

perak dan tembaga yang kita tidak pernah tahu volume atau jumlahnya. Apalagi

saya diberi tahu bahwa jelas kali Freeport itu menggelapkan pembayaran pajaknya.


Begitu saya mengungkap kenyataan ini sebagai sebuah kenyataan yang bertentangan

dengan UUD 45, maka dua minggu kemudian (tahun 1993, red) saya ditendang dari

ICMI oleh pak Harto. Setelah itu nampaknya Freeport sebentar melakukan

konsolidasi, tidak begitu mencolok mata, bahkan lantas satu persen dari

keuntungannya, katanya diberikan kepada masyarakat sekitar. Tapi yang dikerjakan

Freepor makin gila, yaitu ada pelipatan wilayah yang dieksploitasi dengan izin

pemerintah. Kemudian juga jumlah biji tambang yang diangkut ke luar lebih banyak

lagi.


Selama saya jadi Ketua MPR hal ini tidak pernah saya pantau. Saya pernah dibujuk

oleh James Moffett pada musim panas tahun 1997 waktu saya ada di Washington. Dia

terbang ke New Orleans, dan mengiming-imingi saya. Kata dia, kalau mau saya akan

diantar naik helicopter untuk tour ke daerah pertambangan Freeport, dan saya

akan diberi keterangan bahwa Freeport tidak merusak ekologi atau lingkungan

kita.


Kemudian pada saat bersamaan saya di New York ketemu dengan Henry Kissinger.

Ternyata dia salah satu Komisaris, dan dia dengan diplomasinya mengatakan,

"Kalau Anda melihat penyelewengan hukum, maka beri tahu saya. Saya akan

mengambil langkah koreksi." Tetapi semua itu tentu saja hanya sandiwara, karena

yang terjadi penjarahan Freeport makin gila menjarah kekayaan kita. Karena itu

dengan Bismillah, nawaitu yang ikhlas, bukan niat oposisi pada pemerintah, mari

kita bersama-sama membongkar kejahatan di Freeport ini.


Telah terjadi korupsi yang maha dahsyat di dunia pertambangan?

Korupsi itu diartikan sebagai tindakan yang merugikan negara lewat

penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang. Jadi korupsi yang dimengerti oleh KPK

dan kita semua sudah betul, yaitu penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan

pribadi dan merugikan negara. Yang terjadi di Freeport itu memenuhi kriteria itu

secara sangat telak.


Negara dirugikan dalam jumlah ratusan atau saya yakin ribuan triliun sejak akhir

tahun 60-an. Anda bayangkan, sebuah gunung lenyap, kemudian sudah dihitung bahwa

volume ampas pertambangan, tailing, tanah, batu kerikil yang terbuang itu sama

dengan dua kali kerukan terusan Panama, sekitar 6 miliar ton. Ini sebuah

penghinaan nasional.


Saya yakin sekali, kalau Freeport sebagai perusahaan pertambangan babon bisa

kita benahi, maka yang kecil-kecil seperti Newmont Minahasa, Newmont NTB,

perusahaan Gas Tangguh, dan lain-lain akan lebih bisa diperbaiki karena si babon

itu telah lebih dahulu dibenahi. Kalo yang babon ini tetap dibiarkan

mengacak-acak kekayaan alam kita, bahkan melakukan penghinaan nasional, maka

saya khawatir orang asing akan mencibir kita bahwa pemerintah kita masih seperti

dulu, masih bermental inlander, tidak berani mengangkat kepala terhadap asing.

Ini tentu meyedihkan sekali. Jadi korupsi maha dahsyat ini harus kita lawan.


Korupsi dahsyat ini tertutup dengan gencarnya pemerintah mengusut korupsi kelas

ecek-ecek?


Jadi ramenya pemerintah memberantas korupsi kecil-kecil, yang ratusan juta, yang

puluhan juta, sesungguhnya untuk menyembunyikan yang besar-besar. Jadi rakyat

kita ini dibodohi oleh pemerintah kita sendiri. Dan memang rakyat kita sudah

terkecoh, seolah-olah pemerintah sudah hebat dalam memberantas korupsi. Setelah

15 bulan berkuasa, menurut Political and Economic Risk Consultancy (PERC)

lagi-lagi kita tetap nomor satu dalam korupsi di kawasan Asia ini.


Artinya, korupsi sejati masih tetap berlangsung. Sekarang yang dikejar-kejar

hanya korupsi kecil-kecilan, sehingga media massa juga terkecoh, seolah-olah

telah terjadi penanganan korupsi secara massif dan sungguh-sungguh. Padahal yang

terjadi kucing-kucingan.


Anda pernah mengatakan korupsi di Freeport ini G to G (Goverment to Goverment).

Bisa dijelaskan?


Memang ada pembiaran dari pemerintah kita terhadap bisnis yang juga melibatkan

pemerintah asing, yang jelas-jelas merusak. Seperti diungkapkan oleh The New

York Times, kemudian dimuat secara utuh di The International Herald Tribun

tanggal 28-29 Desember 2005. Memang yang mengamankan penjarahan kekayaan bangsa

itu adalah aparat keamanan dan pertahanan kita.


Saya tidak mau menyebut nama, tetapi hitam diatas putih dikatakan ada seorang

mayor jenderal yang mendapatkan 150.000 US dollar dan ada seorang perwira tinggi

kepolisian dapat sekian ratus ribu dollar.


Kemudian ada kolonel, mayor, kapten dan prajurit lain dapat amplop dari Freeport

untuk mengamankan supaya orang tidak bisa masuk dan mengetahui hakikat kejahatan

Freeport itu. Malah ada bukti otentik, sejak tahun 1996 sampai tahun 2004,

Freeport mengeluarkan biaya pengamanan 20 juta US dollar yang dibagi ke lembaga.

Ini dibayarkan kepada aparat keamanan kita untuk melindungi Freeport yang zalim

itu untuk mengeruk kekayaan kita. Ini yang saya heran kenapa kok dibiarkan.


Pemerintah terkesan tunduk pada kepentingan asing?


Ya, memang ada kepentingan asing yang sangat menghina di Freeport ini. Ada dua

jenis negara berkembang dalam menghadapi korporatokrasi yang cenderung maling

atau klepto.


Saya setuju dengan Jhon Perkins bahwa korporatokrasi itu ada tiga pilar, yaitu:

Big coorporation, Goverment dan International Bank. Tiga elemen ini berpacu

untuk melakukan pengurasan kekayaan dunia ketiga. Nah, disini ada negeri-negeri

yang berani mengangkat kepala dan berani mengatakan No! Terhadap korporatokrasi

itu, seperti Thailand, India, RRC, Malaysia.


Kita termasuk negeri yang walaupun tidak mengatakan Yes! Tapi tidak pernah

mengatakan No! Sehingga begitu enaknya pihak asing menjamah kekayaan negeri

kita. Saya pernah ceramah di Melbourne, saya bertanya kepada perusahaan

penambangan Australia, apakah salah saya sebagai orang Indonesia itu mematok

bahwa dalam kontrak karya itu royalti yang kita terima itu bukan 15 persen, tapi

50 persen.


Mereka mengatakan tidak ada yang salah dengan pendapat itu karena semua

tergantung dengan perjanjian. Tapi mengapa kita diam saja diberi 15 persen,

itupun saya yakin sekali pembukuannya sudah tidak betul, karena kita tidak tahu

apa yang terjadi disana.


Apakah SDM kita sudah mampu mengelola pertambangan, jika kita harus lepas dari

Freeport?


Ada wartawan yang mengatakan, pak Amien, bukankah kita sudah diuntungkan, karena

mereka punya keahlian, mereka bawa mesin, mereka bawa uang, kemudian kekayaan

kita dikeruk, kita dapat 15 persen, ini kan sudah lumayan. Saya katakan, kalau

begitu apa bedanya dengan zaman penjajahan. Penjajah itu datang bawa mesin, bawa

keahlian, bawa modal, kemudian kekayaan kita digotong, yang disisakan hanya

untuk pantes-pantesan saja.


Sekarang kita sudah 60 tahun merdeka, sehingga Insya Allah sudah punya keahlian.

Banyak lulusan dari ITB, UGM dan lain-lain yang mengatakan bahwa Freeport itu

adalah pertambangan terbuka, tidak usah menggali perut bumi, tetapi hanya

memecah batu-batuan, lantas digerus dijadikan biji tambang, kemudian jadi

concentrate, kemudian menjadi batangan emas. Ini sangat mudah. Kata mereka, otak

Indonesia itu lebih mampu, mengapa diberikan kepada Freeport.

Pemerintah kita tidak pernah mempersoalkan aspek pelanggaran yang dilakukan oleh

Freeport, terutama soal dampak lingkungan?


Saya kembali pada teori hukum yang elementer. Dalam dunia moral dan hukum itu

ada dua macam dosa dan kejahatan: Pertama, sin of crime of commission (Melakukan

perbuatan dosa atau jahat). Kedua, sin of crime of ommision (Dosa membiarkan

kejahatan).


Jadi kalau pemerintah kita di depan matanya berlangsung kejahatan yang dilakukan

oleh pihak asing, tetapi diam saja, malah memberikan peluang untuk

berlangsungnya kejahatan itu, maka pemerintah kita telah melakukan kejahatan

atau dosa membiarkan sebuah kejahatan berlangsung terus menerus. Jadi kalau saya

melihat seorang perampok melakukan perampokan lalu saya diam saja, maka saya

termasuk melakukan kejahatan ommisi, karena nggak berbuat apa-apa.


Saya khawatir pemerintah kita dari masa ke masa kalau terus menjadi pemerintah

komprador, yang meladeni kepentingan asing yang merugikan bangsa, maka

pemerintah itu telah melakukan kejahatan. Disadari atau tidak.


Kalau begitu, membongkar Freeport sama dengan mengembalikan martabat bangsa?


Betul! Ini masalah bangsa Indonesia. Jadi saya menggelindingkan masalah besar

ini dalam rangka save the nation, menyelamatkan bangsa dan masa depan bangsa.

Saya tidak ada kepikiran isu ini menjadi gerakan politik yang remeh temeh,

apalagi ada dagang sapi. Itu selain lucu, terhina. Ini adalah proyek besar

menyelamatkan bangsa.


Seberapa parah imprealisme yang terjadi dalam kasus Freeport dan lainnya saat

ini?


Saya kira cukup parah. Karena imprealisme itu berujung pada sebuah bangsa

kehilangan kedaulatan dan kebebasannya untuk membangun dirinya sendiri tanpa

bantuan asing. Sekarang ini kita mengetahui bahwa kita kehilangan kedaulatan

kita. Untuk memecahkan masalah ekonomi nasional, kita pernah mendatangkan

'dukun' IMF. Sekarangpun utang kita sudah menjerat kita.


Sekarang pun di kabinet itu sesungguhnya kembali di zaman IMF. Karena menteri

keuangannya, menteri perdagangan dan Meno Ekuinnya itu orang-orang yang

berorientasi pada IMF. Kemudian juga lihatlah, kita ini tidak berani mengangkat

kepala menuruti kemauan WTO (World Trade Organization, red). Orang Jepang, orang

Perancis, Kanada, Amerika, itu petaninya dilindungi. Tapi disini petani kita

begitu tengkurap menghadapi WTO, sehingga apapun kata WTO kita kerjakan. Kita

ini jadi bangsa terjajah. Gula kita impor, disuruh impor paha ayam kita lakukan,

impor beras, naikan BBM dan lain-lain. Jadi sudah tidak ada kedaulatan lagi.


Sehingga kalau dibandingkan dengan pimpinan negara lain seperti Ahmadinejad yang

melawan Barat, Mahathir yang berani menegakan kepala terhadap Barat, atau

pemerintah Korea Utara yang juga demikian, India, Cina, atau negara-negara

Amerika Latinnya. Saat ini dibandingkan negara-negara tersebut, Indonesia

menjadi tontonan yang tidak lucu.


Negara yang sudah merdeka 60 tahun, tapi mentalitasnya masih seperti inlander.

Jadi mari kita kembali menjadi bangsa yang berdaulat, tanpa tekanan pihak

manapun.


Apakah ada kepentingan politik pribadi dibalik isu ini, misalnya modal Anda di

2009 nanti?


Pertanyaan Anda sudah banyak ditanyakan. Bahkan ada yang menyatakan, "Pak Amien,

Anda membedah soal Freeport ini secara sungguh-sungguh ini, hanya karena

menginginkan dana kampanye pilpres 2009 dari pak Ginandjar Kartasasmita?" Saya

gembira dengan komentar yang aneh-aneh ini. Tetapi kita diajarkan , kalau sudah

bertekad tinggal berserah diri pada Allah.


Kalau diperjalan ada pro-kontra, ada fitnah, itu sesuatu yang sangat biasa

sekali. Nabi yang sempurna saja itu dikatakan majnun, apalagi orang seperti

Amien Rais. Agama kita juga menyuruh kita untuk terus melakukan "melawan

kebathilan dan kemungkaran".


Kalau kita dikritik lantas surut, maka yang keenakan ya yang korupsi itu.

Menurut saya, era Amien Rais itu sudah berlalu. Belakangan saya banyak mengambil

i'tibar (pelajaran, red) bahwa pemimpin itu harus istiqamah, jangan sampai

terjangkit penyakit.


Oleh : LPNR-PB



Gunung Grasberg ( Gunung Emas di Papua )

Jakarta-(Liga Papua Barat .Post)-Bangun Jalan Tambang ke Sheraton dengan Sirsat

Dua dekade setelah mengelola Grasberg, masalah berat yang dihadapi PT Freeport Indonesia adalah soal limbah pertambangan dan para pendulang emas liar. Khusus soal limbah, kini ada upaya untuk membuat sirsat (pasir sisa pertambangan) jadi peluang bisnis.

GRASBERG yang dikelola PT Freeport Indonesia diyakini memiliki cadangan emas terbesar di dunia dan ketiga untuk tembaga. Ketika harga emas dan tembaga serta logam lain melonjak seperti sekarang, Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, induk PT Freeport Indonesia, mendulang kenaikan penjualan yang luar biasa.

Menurut laporan perusahaan yang berkantor pusat di Phoenix, negara bagian Arizona, AS, tersebut, selama tiga bulan pertama 2008 ini, penjualan Freeport melonjak menjadi USD 5,67 miliar atau sekitar Rp 52 triliun. Naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 2,25 miliar.

Itu baru kinerja selama tiga bulan. Kalau kinerja triwulan I tersebut tetap terjaga, total penjualan tahun ini bisa mencapai Rp 208 triliun. Andalan utama Freeport-McMoRan adalah kontrak karya “gunung emas” di Kabupaten Mimika, Papua, itu. Namun, ibarat madu yang manis, tak sedikit yang berupaya mengais rezeki di dekat area pertambangan Freeport di Tembagapura tersebut. Tak terkecuali orang-orang yang nekat menjadi penambang liar.

Dengan peralatan sederhana, mereka -pendatang maupun lokal Papua- berani mempertaruhkan nasib, bahkan nyawa, demi mencari konsentrat emas. Kebetulan, metode penambangan oleh PT Freeport Indonesia memang tidak bisa 100 persen menangkap konsentrat emas yang ada dalam bijih.

Pemisahan dengan cara pengapungan (floatation) menggunakan bahan dasar alkohol serta kapur untuk menangkap konsentrat emas diperkirakan hanya bisa menangkap 80 persen emas dalam bijih. Akibatnya, ada peluang 20 persen konsentrat emas itu ikut terbuang. Yakni, mulai dari pabrik pengolahan bijih hingga sungai pembuangan tailing (sisa penambangan), yaitu Sungai Otomona.

Dengan lokasi di ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut serta kemiringan sungai yang curam, areal yang ditempati para penambang liar tersebut sangat berbahaya. Pada 5 Mei lalu misalnya, sekitar 20 pendulang liar terkubur longsoran lereng bukit akibat guyuran hujan di Mil 72. Belasan korban ditemukan tewas.

Para pendulang liar tersebut meninggal saat mendirikan tenda di sekitar Sungai Ajkwa. Sungai itu sebelumnya memang merupakan wilayah tempat Freeport membuang 200 ribu ton sirsat per hari. Namun, belakangan, Freeport membuat tanggul dan hanya mengalirkannya ke Sungai Otomona di sebelah timur Sungai Ajkwa. Dengan pilihan itu, Sungai Ajkwa bisa tetap menjadi sumber air bagi masyarakat Papua.

Kasus dengan pendulang emas di sungai tailing tersebut bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, berbagai insiden membuat perusahaan AS itu disorot. Bahkan, para penambang liar tersebut pernah berdemo menutup jalan, sehingga sempat menghentikan operasi PT Freeport.

Penanganan terhadap pendulang emas liar itu memang cukup rumit. Di satu sisi, ada masyarakat yang mencoba mencari nafkah. Pada sisi lain, Freeport harus menjaga areal pertambangan dan meminimalkan faktor-faktor ketidakpastian yang bisa membahayakan seluruh pekerja.

Menyadari keadaan para pekerjanya yang hidup nyaman di Tembagapura bisa memicu kecemburuan, Freeport terus melanjutkan program pengembangan masyarakat.

Salah satunya adalah pelibatan masyarakat adat, terutama Suku Amungme dan Kamoro yang merupakan pemegang hak ulayat terbesar di lokasi kontrak karya. Selain itu, membuat rumah sakit (RS Mitra Masyarakat dan RS Banti) bekerja sama dengan Yayasan Caritas.

Suku Amungme dan Kamoro bisa jadi merupakan salah satu suku terkaya di dunia. Sebab, setiap tahun mereka mendapatkan dana perwalian USD 500 ribu masing-masing suku. Jadi, kedua suku tersebut mendapatkan USD 1 juta yang ditempatkan di Bank Niaga. Dana perwalian itu tidak bisa diambil hingga kontrak karya Freeport selesai. Yang boleh diambil hanya bunganya.

Dana tersebut berbeda dari dana satu persen laba kotor yang dialokasikan untuk pengembangan masyarakat. Dana satu persen itulah yang dipakai untuk memberikan 7.000 beasiswa kepada masyarakat sekitar serta berbagai program lainnya.

Pada 2007, dana satu persen itu mencapai USD 52 juta. Dana tersebut dikelolakan pada lembaga swadaya masyarakat (LSM), yakni Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Amungme Kamoro (LPMAK).

Selain dua suku tersebut, Freeport mengembangkan program sosial. Yakni, memberdayakan lima suku lainnya di Papua. Jadi, total ada tujuh suku termasuk Amungme dan Kamoro.

Hasil tailing atau sirsat itu memang menjadi problem utama yang dihadapi perusahaan dari Negeri Paman Sam tersebut. Meski diklaim tidak berbahaya, dengan kuantitas 200 ribu ton, limbah pertambangan itu menjadi sangat berbahaya bila tidak dikelola secara baik. Jumlah tersebut cukup untuk menenggelamkan beberapa kampung di Papua.

Geolog Freeport Indonesia Herman Dasril menyatakan, berbagai langkah telah dilakukan Freeport untuk menanggulangi masalah tersebut. Di antaranya, melakukan berbagai kajian mengenai potensi penggunaan sirsat.

Beberapa ruas jembatan dan jalan di Timika, kata dia, mulai menggunakan bahan dasar sirsat tersebut. Yang mutakhir, kantor bupati Timika sedang dibangun menggunakan bahan tailing itu. “Untuk jalan, hanya dibutuhkan semen sedikit. Kualitas jalanan cukup baik,” katanya.

Berdasar pengamatan Jawa Pos, sepanjang jalan mulai Hotel Sheraton Timika hingga Tembagapura, sisa pasir tambang tersebut memang digunakan sebagai bahan baku jalan.

Pertambangan emas dan tailing memang sulit dipisahkan. Berbeda dari Freeport, pertambangan emas Newmont tidak mengalami problem karena pembuangan tailing tersebut dilakukan di wilayah laut dalam.

Problem sirsat itu sebenarnya bisa menjadi peluang investasi bila dikelola dan dimanfaatkan secara benar. Di AS, hasil tailing bahkan digunakan sebagai bahan baku untuk konstruksi dan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. (iwan ungsi/el)

Blog List

Powered By Blogger

Other Links

Photobucket

Lencana Facebook

Blogger Links


Blogger Layouts by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Landscapes Design